STRATEGI PEMBANGUNAN PESISIR JAKARTA YANG BERKELANJUTAN

Beni P Piliang
 
Ampun Jakarta. Beberapa tahun belakangan ini Jakarta Utara sebagai icon Pesisir Jakarta semakin ruwet. Persoalan pertambahan penduduk yang pesat, daya dukung lingkungan terhadap kehidupan manusia yang terus merosot, banjir, kemiskinan, pencemaran, permukiman kumuh telah menjadi potret umum dari wajah pesisir Jakarta. Sementara itu, keinginan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta untuk melakukan penataan sekaligus meraih pemasukan besar, dengan mereklamasi Pantai Utara,  menuai potensi terjadinya ketidakdilan dan bencana ekologi serta seruan-seruan untuk mewaspadai efek kenaikan permukaan laut akibat pemanasan global. 

Penataan kembali wilayah Pesisir Utara Jakarta perlu dilakukan dengan strategi yang berkelanjutan, menyeluruh dan terintegrasi serta aplikatif dengan kondisi di Pesisir Jakarta Utara. Revitalisasi Pesisir Jakarta Utara yang berkelanjutan harus dilakukan dengan mencermati kondisi detail kota, konfrehensif dan terintegregasi, serta melibatkan partisipasi masyarakat. Karena permasalahan Pesisir Jakarta Utara tidak akan dapat dipecahkan secara instan. Berbagai bersoalan yang timbul akibat proses pembangunan mengindikasikan begitu peliknya permasalahan Pesisir Jakarta Utara.

Sistem pembangunan yang masih mengabaikan partisipasi publik dan  tidak detailnya kajian permasyalahan di wilayah Pesisir Jakarta Utara dapat menjadi faktor penyebab gagalnya mega proyek pesisir, seperti, reklamasi lahan di Pantai Utara Jakarta, rencana penanganan banjir dengan polder maupun pembangunan waduk Marunda dan pembangunan pantai publik, pembangunan 12 Destinasi Wisata Pesisir serta serta pengelolaan sampah. 

Walaupun Pemerintah Provinsi DKI Jakarta telah melakukan Musyawarah Rencana Pembangunan (Musrenbang) secara bertahap di level Kelurahan, Kecamatan dan Kota  dalam penyusunan perencanaan pembangunan pembangunan. Tetapi sayangnya Musrenbang ini masih bersifat formalitas, dan diduga kurang berdampak signifikan. Selain itu, umumnya pihak – pihak yang terkait di dalam Musrenbang selama ini diduga direkayasa. Secara substansial Musrenbang masih mengabaikan “common sense” masyarakat umum.
Berdasarkan fakta di lapangan, masih banyak kawasan di Pesisir Jakarta Utara yang merupakan kawasan permukiman kumuh, untuk itu pembangunan di wilayah Pesisir Jakarta Utara dilakukan harus memperhatikan strategi reviltalisasi kawasan permukiman kumuh melalui pendekatan partisipatif. Hal ini memang sangat sulit diterapkan karena pendeknya waktu pembangunan, tingginya “ego” investor dan Pemerintah Provinsi, dan rendahnya pemahaman pentingnya partisipasi masyarakat.  Namun dengan strategi ini, maka konflik yang membawa banyak korban seperti Kasus Priok beberapa waktu lalu dapat dihindari.

Secara teoritis Pesisir Jakarta Utara memerlukan Perencanaan Tata Ruang Komprehensif Berbasis Ekologis yaitu: “Perencanaan yang mempertimbangkan kondisi keanekaragaman hayati (kondisi ekologi), kapasitas atau daya dukung lingkungan (kondisi fisik lainnya) serta kondisi sosial-ekonomi yang mempengaruhi kawasan. Kemudian di dalam prosesnya perencanaan infrastruktur lainnya seperti tata air, transportasi masal, pengelolaan limbah dan sampah, konservasi energi, dan lain-lain harus diintegrasikan, serta melibatkan peran serta para pemangku kepentingan (stakeholders). 

Konsep di atas secara teknis membutuhkan waktu, sumber daya profesional yang cakap serta ketersediaan data sekunder. Rencana Tata Ruang Terintegrasi ini sangat diperlukan untuk menjaga pembangunan Pesisir Jakarta Utara menuju arah yang berkelanjutan. Selain itu perlu dicatat bahwa kepentingan masyarakat perlu diwadahi dalam perencanaan agar rencana pembangunan yang terkait dengan tata ruang dapat dilaksanakan sebaik mungkin dengan meminimalkan konflik sosial. 

Perencanaan tata ruang wilayah Pesisir Jakarta Utara dapat dilakukan dengan tahapan sebagai berikut:
  • Pewacanaan,
  • Menentukan visi
  • Survai dan pengumpulan data sekunder, termasuk data ekonomi, sosial dan lingkungan yang sangat mempengaruhi daya dukung kawasan;
  • Analisa kelayakan lahan, terutama terkait dengan infrastruktur yang harus disediakan oleh Pemerintah;
  • Analisa perencanaan tata ruang dan Infrastruktur yang ada, terutama sistem transportasi masal, tata air, jaringan jalan, jaringan listrik, jaringan telekomunikasi;
  • Studi kelayakan ekonomi, terutama untuk infrastruktur yang cukup “mahal” yang akan diterapkan;
  • Analisa SWOT Strengths, Weaknesses, Opportunities, Threats terkait dengan daya dukung kawasan kota;
  • Persiapan konsep tata ruang;
  • Persiapan konsep infrastruktur,  transportasi masal, jaringan jalan, perumahan, dan tata air serta jaringan infrastruktur lainnya;
  • Integrasi tata ruang dan infrastruktur lainnya;
  • Diskusi dengan klien dengan melibatkan seluruh Stakeholders Kota;
  • Revisi konsep;
  • Perencanaan Infrastruktur dan Detail Engineering Design.
Semoga Pemerintah Provinsi DKI Jakarta Dapat Melaksanakannya.

Leave a Reply