QUOVADIS TATA RUANG JAKARTA


Ampun Jakarta. Jakarta saat ini hanya memiliki 5.755 ha atau 8,93 persen Ruang Terbuka Hijau (RTH) dari total luas wilayah ibukota seluas 66.152 ha. Padahal sesuai dengan UU No.26 Tahun 2007 tentang Tata Ruang, diperlukan RTH sebanyak 30 persen dari luas wilayah yang ada untuk RTH, namun hal tersebut tidak menjadi perhatian serius dari Pemerintah Provinsi DKI Jakarta. Peraturan Daerah (Perda) No.6 Tahun 1999 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Jakarta 2010 hanya memberikan jatah lahan untuk RTH sebesar 13,94 persen atau sekitar 9.545 ha, begitu juga dengan RTRW 2030 masih jauh dari harapan.

Pada era kepemimpinan Gubernur Ali Sadikin, dalam master plan DKI Jakarta 1965 -1985,  RTH ditargetkan 37,2, persen lebih dari 20 ribu Ha. Namun belum habis masa periode RTRW tersebut kenyataannya pada 1984 RTH di Jakarta telah berkurang menjadi 28,8 persen. Kemudian pada master plan DKI Jakarta 1985-2005 RTH berkurang kembali menjadi 26,1 persen. Bahkan pada periode ini RTH kembali menciut dengan adanya konversi besar-besaran di kawasan Senayan pada 1996 yang berdampak menyusutnya RTH sebesar 2,1 persen. Dan yang terburuk terjadi pada master plan tahun 2000-2010 yang menghabisi peruntukan RTH menjadi 13,94 persen. “Dimasa ini juga terindikasi penyimpangan dan diperkirakan pada 2003 RTH di Jakarta tinggal 9,12 persen lantaran adanya konversi reklamasi pantai utara dan pembangunan kantor walikota Jakarat Selatan.

Berdasarkan Instruksi Menteri Dalam Negeri No. 14 Tahun 1988 tentang Penataan Ruang Terbuka Hijau (RTH) di Wilayah Perkotaan. Adanya peraturan tersebut  mewajibkan Pemerintah Provinsi mengembalikan fungsi perumahan yang berdiri di lahan resapan, menjadi area terbuka ”Namun, bukannya kebijakan itu dilaksanakan oleh Pemerintah Provinsi, melainkan memutihkan dengan membuat master plan 2000-2010.

Setidaknya pada periode tahun 1988 hingga 2008, di Jakarta Selatan sedikitnya ada 44 bangunan berupa hotel, wisma, villa, perumahan mewah, pusat perbelanjaan, lapangan golf berdiri di area terbuka hijau, seperti Senayan City, Ratu Plaza, Sudirman Place, Depdiknas, Wisma Fajar, Hotel Mulia, Hotel Sultan, Simprug Golf serta Senayan Resident Apartement. Sedangkan di Jakarta Utara, yang belum lama ini terjadi adalah dirubahnya RTH di area Club Kelapa Gading menjadi kompleks rukan mewah, gambaran ini semakin mempertegas carut-marutnya tata ruang di Provinsi DKI Jakarta.




        Keterangan  : Gambar 1. Dalam Kotak Merah  RTH Club Kelapa Gading; Gambar 2. RTH Dihilangka;
                              Gambar 3. Tampak Dari Depan  RTH Yang Hilang Berubah Menjadi  Rukan Mewah.

Dalam satu kesempatan, Gubernur DKI, Fauzi Bowo mengatakan bahwa, sangatlah tidak mudah bagi Pemerintah Provinsi untuk menambah satu persen bagi ruang terbuka. Dikatakan, penambahan satu persen RTH berarti sama luasnya sama dengan enam kali luas monas. ”Kalau kita diminta menambah hingga 30 persen berarti kita masih kekurangan 20 persen atau sama dengan 120 kali Monas, bagaimana caranya,” kata Fauzi Bowo. Sedangkan menurut Pariyusi, SH Ketua LSM PSDI, kalau Pemerintah Provinsi tidak mampu menanbah RTH, setidaknya Pemerintah Provinsi harus mampu mempertahankan RTH yang ada. Sayangnya Pemerintah Provinsi DKI Jakarta lebih berpihak kepada investor. Quovadis tata ruang DKI Jakarta ?

Leave a Reply