REKLAMASI PANTAI ANCOL


Beni P Piliang 
 
Ampun Jakarta. Proyek Reklamasi Pantai Utara bermula dari Keppres No. 52 Tahun 1995 tentang reklamasi pantai Utara Jakarta. Kawasan tersebut dinilai strategis dari sudut ekonomi dan perkembangan kota. Wewenang dan tanggung jawab mengenai hal ini berada pada gubernur. Pemda DKI kemudian membentuk Badan Pelaksana Reklamasi Pantai Utara Jakarta (BP Pantura) sebagai pelaksana. Sempat terhenti karena krisis ekonomi, rencana itu diangkat kembali pada awal tahun 2000-an. BP Pantura mengumumkan bahwa reklamasi dilakukan sepanjang 32 kilometer pantai Jakarta. Dari bibir pantai, pengurukan dilakukan sejauh 1,5 kilometer dengan kedalaman maksimal delapan meter.

Hasil yang diharapkan adalah tercipta daratan baru yang bernilai ekonomis sangat tinggi dengan total luas keseluruhan mencapai 2.700 hektare. Di atasnya akan dibangun fasilitas untuk perumahan, industri, perkantoran, pusat bisnis, sarana transportasi, dan pariwisata-diperkirakan menampung 750.000 jiwa. Dalam rencana induk, kawasan reklamasi di bagian barat diperuntukkan bagi permukiman mewah. Bagian tengah akan dijadikan apartemen, pusat bisnis, rekreasi, perkantoran, dan industri. Kawasan timur disiapkan bagi pengembangan pelabuhan Tanjung Priok serta kawasan pergudangan dan peti kemas.






Di bagian tengah, pelaksanaan pekerjaan reklamasi Ancol Tahap I (2010 – 2014) dilaksanakan, dengan area reklamasi seluas 125 H. Pekerjaan reklamasi ini didasarkan atas studi kelayakan yang dikerjakan oleh PT. Fajar Puri Mandiri bekerja sama dengan konsultan dari Cina pada tahun 2006. Lelang pekerjaan senilai Rp 1,6 T telah dilakukan pada ahir Tahun 2009 yang dimenangkan oleh PT. Jaya Kontruksi. Sedangkan kepenguasaan lahan hasil reklamasi berdasarkan data dari PT. PJA adalah 85 H PT. Manggala Krida Yuda dan Ancol 40 H.

Berdasarkan rekomendasi hasil studi kelayakan, bahwa pengurukan dengan total vol 4 jt mharus menggunakan material pasir laut,  tetapi berdasarkan hasil pemantauan lapangan, pelaksana pekerjaan (kontraktor) menggunakan pasir gunung yang dimasukan ke dalam karung. Kepadatan pasir laut lebih stabil ketimbang pasir gunung. Pengurukan dengan material pasir gunung diperkirakan juga dapat mempengaruhi tingkat kekeruhan perairan teluk Jakarta, karena pasir gunung mengandung endapan lumpur yang relatif tinggi kadarnya.

Terlepas dari persoalan teknis pelaksanaan,  beberapa pihak memandang reklamasi bukan sebagai solusi menyeluruh dan berkelanjutan atas apa yang selama ini telah menjadi  penyakit lingkungan: abrasi, banjir akibat curah hujan di hulu-hulu sungai yang bermuara di Jakarta, banjir akibat pasang air laut, pencemaran, hilangnya daerah resapan air, serta permukiman kumuh yang semrawut dan kotor. Dalam konteks sosial, rekla,asi Pantai Utara merupakan bentuk pembangunan wilayah yang terkesan tidak berkeadilan dan terenggutnya hak asasi masyarakat untuk mendapatkan ruang publik di pantai.

Leave a Reply