AUDI TAMBUNAN : HKTI PROVINSI DKI JAKARTA LOKOMOTIF PERTANIAN PERKOTAAN


 Pelantikan Dewan Pimpinan HKTI Provinsi DKI Jakarta Periode 2011 -2014

Ampun Jakarta - Jakarta. Sulit membayangkan, bagimana mengembangkan pertanian di Provinsi DKI Jakarta, karena keberadaan lahan pertanian semakin marginal dan konotasi pertanian dalam artian konvensional seakan menjadi domain masyarakat pinggiran. Betapa tidak, pesatnya pembangunan fisik Provinsi DKI Jakarta hanya menyisakan sedikit lahan pertanian di wilayah pinggiran, dan telah menjadi komitment HKTI Provinsi DKI untuk dapat mempertahankan lahan pertanian di DKI Jakarta, bukan hanya sebagai prasati atau simbol belaka, melainkan lebih kepada persoalan substansial, pertanian untuk kesejahteraan dan kemakmuran bangsa. Hal itulah yang diungkapkan oleh Ketua Dewan Pimpinan HKTI Provinsi DKI Jakarta Periode 2011 – 2016 H. Audi IZ Tambunan disela-sela pelantikannya, Minggu 30 Oktober 2011 di area pertanian Kelurahan Rorotan Kecamatan Cilincing,  Jakarta Utara.
HKTI Provinsi DKI Jakarta merupakan lokomotif pertanian perkotaan, kata Audi Tabunan. Lebih lanjut disampaikannya, “kita (HKTI) akan  bekerja keras, mengupayakan peningkatan signifikan terhadap produktivitas pertanian perkotaan.” Lahan sempit produktivitas tinggi, agar petani di Provinsi DKI Jakarta Sejahtera, ujar Audi Tambunan.

Ketua Umum HKTI DR. Oesman Sapta dan Kertua HKTI DKI Jakarta H. Audi Tambunan 

Ditempat yang sama Ketua Umum Dewan Pimpinan Nasional HKTI DR Oesman Sapta dalam pidato sambutan pelantikan Dewan Pimpinan HKTI Provinsi DKI Jakarta mengatakan kepada masyarakat Rorotan agar jangan melepas lahan pertanian yang ada. Oesman juga mengingatkan, HKTI jangan dipakai untuk kepentingan politik dan HKTI harus berpihak kepada kepentingan petani. 

 Penanaman Bibit Padi Secara Simbolis Oleh DR. Oesman Sapta

Ketika ditanya bagaimana mensinergikan peran HKTI dan Kepentingan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta sebagai perwujudan keberpihakan HKTI terhadap kepentingan petani di DKI Jakarta, Audi Tambunan mengatakan, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta harus mempunyai komitmen terhadap persoalan petani dan pertanian di Provinsi DKI Jakarta. Untuk perlindungan, keberpihakan dan kesejahteraan petani di DKI Jakarta kalau perlu dibuat PERDA-nya, HKTI Provinsi DKI Jakarta akan mengupayakan itu. Tegas Audi Tambunan. [editor : Beni P Piliang

Read more

EKONOMI KREATIF, PROSPEKTIF DAN SANGAT MENANTANG

Mari Elka Pangestu  Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif
Sumber http://www.hongsui.net

Ampun Jakarta - Ekonomi Kreatif  adalah sumber ekonomi baru dan dapat menjadi unggulan Indonesia. Untuk itu pada Tahun  2009 pemerintah telah mencanangkan sebagai Tahun Indonesia Kreatif, sebagai salah satu implementasi dari cetak biru pengembangan ekonomi kreatif 2009 -2025 yang diharapkan dapat mempromosikan kegiatan-kegiatan ekonomi kreatif baik di dalam maupun luar negeri dan dapat membuka lapangan pekerjaan baru serta memberikan sumbangan terhadap perekonomian Indonesia. 


Jika di masa lalu, tanah dan pabrik adalah aset ekonomi yang paling berharga serta sumber utama kemakmuran dan kesejahteraan, di masa kini ilmu pengetahuanlah yang menjadi aset ekonomi paling utama dan faktor determinan dalam menciptakan kemakmuran dan kesejahteraan serta menjadi komponen vital untuk membangun kapasitas dan meningkatkan produktivitas, melampaui kekuatan modal dan tenaga kerja.


Industri Kreatif adalah kegiatan yang bertumpu pada proses penciptaan 'value' dalam bentuk produk maupun service/jasa, bersifat original, mampu menghasilkan profit, dapat tumbuh menjadi satu industri yang menyerap banyak lapangan pekerjaan serta menghasilkan devisa bagi negara. Karena itu Industri Kreatif dipercaya mampu memiliki peranan dan potensi yang besar bagi pertumbuhan Produk Domestik Bruto (PDB) dan sangat berpengaruh dalam menciptakan modal dan lahan kerja baru yang berguna untuk generasi mendatang.  


Salah satu contoh nyata ekonomi kreatif adalah bidang pariwisata. Disadari bersama bahwa setiap daerah di Indonesia memiliki daya tarik wisata yang tinggi. Pertanyaannya adalah bagaimana caranya agar potensi wisata yang ada dapat menjadi roda ekonomi sehingga bisa mensejahterakan masyarakat di sekitar tempat wisata tersebut. Untuk itu harus ada aktivitas 'value creative creation' agar peluang yang ada mampu menjadi lahan bisnis baru.

Terkait dengan pengembangan ekonomi kreatif, Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Mari Elka Pangestu menyambut baik bidang "ekonomi kreatif" pada akhirnya diatur khusus dalam satu kementerian, dan Ia siap memajukan ekonomi kreatif karena memiliki kontribusi cukup baik bagi perekonomian.
 
Di komplek Istana Kepresidenan, Jakarta, Rabu (19 -10- 2011), Mari Elka Pangestu mengatakan, Selama dirinya menjadi Menteri Perdagangan, masalah ekonomi kreatif ini sudah dibuat cetak biru pada 2008, dan tugas baru ini sangat menantang. "Ini sesuatu yang luar biasa. Kita memiliki kementerian untuk mengelola dan mengembangkan ekonomi kreatif. Itu menunjukkan komitmen dari pemerintah dan tentu Presiden untuk memajukan sektor ekonomi kreatif.

Menurut Mari, ekonomi kreatif memiliki kontribusi 7,6 persen terhadap perekonomian atau sekitar Rp140 triliun. Ekonomi kreatif juga mengontribusi ekspor 10 persen, dan memiliki tenaga kerja 7,7 juta atau 7 persen dari total tenaga kerja di Indonesia.

Terkait dengan potensi ekonomi kreatif, yang menjadi PR Mari Elka Pangestu sebagai Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, kita tunggu gebrakan apa yang akan dilakukannya, dan menjadi kewajiban kita bersama untuk mendorong agar Mari Elka Pangestu dapat melaksanakan tugasnya sebaik mungkin,".[editor : Beni P Piliang





Read more

QUOVADIS TATA RUANG JAKARTA


Ampun Jakarta. Jakarta saat ini hanya memiliki 5.755 ha atau 8,93 persen Ruang Terbuka Hijau (RTH) dari total luas wilayah ibukota seluas 66.152 ha. Padahal sesuai dengan UU No.26 Tahun 2007 tentang Tata Ruang, diperlukan RTH sebanyak 30 persen dari luas wilayah yang ada untuk RTH, namun hal tersebut tidak menjadi perhatian serius dari Pemerintah Provinsi DKI Jakarta. Peraturan Daerah (Perda) No.6 Tahun 1999 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Jakarta 2010 hanya memberikan jatah lahan untuk RTH sebesar 13,94 persen atau sekitar 9.545 ha, begitu juga dengan RTRW 2030 masih jauh dari harapan.

Pada era kepemimpinan Gubernur Ali Sadikin, dalam master plan DKI Jakarta 1965 -1985,  RTH ditargetkan 37,2, persen lebih dari 20 ribu Ha. Namun belum habis masa periode RTRW tersebut kenyataannya pada 1984 RTH di Jakarta telah berkurang menjadi 28,8 persen. Kemudian pada master plan DKI Jakarta 1985-2005 RTH berkurang kembali menjadi 26,1 persen. Bahkan pada periode ini RTH kembali menciut dengan adanya konversi besar-besaran di kawasan Senayan pada 1996 yang berdampak menyusutnya RTH sebesar 2,1 persen. Dan yang terburuk terjadi pada master plan tahun 2000-2010 yang menghabisi peruntukan RTH menjadi 13,94 persen. “Dimasa ini juga terindikasi penyimpangan dan diperkirakan pada 2003 RTH di Jakarta tinggal 9,12 persen lantaran adanya konversi reklamasi pantai utara dan pembangunan kantor walikota Jakarat Selatan.

Berdasarkan Instruksi Menteri Dalam Negeri No. 14 Tahun 1988 tentang Penataan Ruang Terbuka Hijau (RTH) di Wilayah Perkotaan. Adanya peraturan tersebut  mewajibkan Pemerintah Provinsi mengembalikan fungsi perumahan yang berdiri di lahan resapan, menjadi area terbuka ”Namun, bukannya kebijakan itu dilaksanakan oleh Pemerintah Provinsi, melainkan memutihkan dengan membuat master plan 2000-2010.

Setidaknya pada periode tahun 1988 hingga 2008, di Jakarta Selatan sedikitnya ada 44 bangunan berupa hotel, wisma, villa, perumahan mewah, pusat perbelanjaan, lapangan golf berdiri di area terbuka hijau, seperti Senayan City, Ratu Plaza, Sudirman Place, Depdiknas, Wisma Fajar, Hotel Mulia, Hotel Sultan, Simprug Golf serta Senayan Resident Apartement. Sedangkan di Jakarta Utara, yang belum lama ini terjadi adalah dirubahnya RTH di area Club Kelapa Gading menjadi kompleks rukan mewah, gambaran ini semakin mempertegas carut-marutnya tata ruang di Provinsi DKI Jakarta.




        Keterangan  : Gambar 1. Dalam Kotak Merah  RTH Club Kelapa Gading; Gambar 2. RTH Dihilangka;
                              Gambar 3. Tampak Dari Depan  RTH Yang Hilang Berubah Menjadi  Rukan Mewah.

Dalam satu kesempatan, Gubernur DKI, Fauzi Bowo mengatakan bahwa, sangatlah tidak mudah bagi Pemerintah Provinsi untuk menambah satu persen bagi ruang terbuka. Dikatakan, penambahan satu persen RTH berarti sama luasnya sama dengan enam kali luas monas. ”Kalau kita diminta menambah hingga 30 persen berarti kita masih kekurangan 20 persen atau sama dengan 120 kali Monas, bagaimana caranya,” kata Fauzi Bowo. Sedangkan menurut Pariyusi, SH Ketua LSM PSDI, kalau Pemerintah Provinsi tidak mampu menanbah RTH, setidaknya Pemerintah Provinsi harus mampu mempertahankan RTH yang ada. Sayangnya Pemerintah Provinsi DKI Jakarta lebih berpihak kepada investor. Quovadis tata ruang DKI Jakarta ?

Read more

EVOLUSI RTH KELAPA GADING CLUB MENJADI RUKAN

Apa yang tidak bisa dilakukan ?
Peraturan apa yang tidak bisa ditabrak ?
Persoalan Tata Ruang dan Lingkungan Hidup di Jakarta Hanya main-main belaka !
Inilah buktinya ; Evolusi RTH (Ruang Terbuka Hijau) Kelapa Gading Club menjadi RUKAN


 
Gambar 1. Foto Udara Tata Ruang Kelapa Gading Perbandingan
RTH dan Bangunan Begitu Harmonis



 
Gambar 2. Dalam Kotak Merah Lokasi RTH  Kelapa Gading  Club 
Yang Akan Dijadikan RUKAN 



 
Gambar 3. Dalam Kotak Merah Pohon Pelindung Pada
Lokasi RTH Ditebang Dan RTH Kelapa Gading Club 
Beralih Fungsi Menjadi Rukan  


Gambar 4. Inilah Rukan Hasil Evolusi RTH Kelapa Gading Club

Ditengah Jakarta kekurangan RTH, alih fungsi tetap berjalan mulus ..

SIAPA YANG MEMBERI IZIN ?
SIAPA YANG BERTANGGUNG JAWAB ?
Gubernurkah atau Walikota Administrasi Jakarta Utara ?

Jakarta 20 Agustus 2011
Dari berbagai sumber
Editor : Beni P Piliang





Read more

STRATEGI PEMBANGUNAN PESISIR JAKARTA YANG BERKELANJUTAN

Beni P Piliang
 
Ampun Jakarta. Beberapa tahun belakangan ini Jakarta Utara sebagai icon Pesisir Jakarta semakin ruwet. Persoalan pertambahan penduduk yang pesat, daya dukung lingkungan terhadap kehidupan manusia yang terus merosot, banjir, kemiskinan, pencemaran, permukiman kumuh telah menjadi potret umum dari wajah pesisir Jakarta. Sementara itu, keinginan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta untuk melakukan penataan sekaligus meraih pemasukan besar, dengan mereklamasi Pantai Utara,  menuai potensi terjadinya ketidakdilan dan bencana ekologi serta seruan-seruan untuk mewaspadai efek kenaikan permukaan laut akibat pemanasan global. 

Penataan kembali wilayah Pesisir Utara Jakarta perlu dilakukan dengan strategi yang berkelanjutan, menyeluruh dan terintegrasi serta aplikatif dengan kondisi di Pesisir Jakarta Utara. Revitalisasi Pesisir Jakarta Utara yang berkelanjutan harus dilakukan dengan mencermati kondisi detail kota, konfrehensif dan terintegregasi, serta melibatkan partisipasi masyarakat. Karena permasalahan Pesisir Jakarta Utara tidak akan dapat dipecahkan secara instan. Berbagai bersoalan yang timbul akibat proses pembangunan mengindikasikan begitu peliknya permasalahan Pesisir Jakarta Utara.

Sistem pembangunan yang masih mengabaikan partisipasi publik dan  tidak detailnya kajian permasyalahan di wilayah Pesisir Jakarta Utara dapat menjadi faktor penyebab gagalnya mega proyek pesisir, seperti, reklamasi lahan di Pantai Utara Jakarta, rencana penanganan banjir dengan polder maupun pembangunan waduk Marunda dan pembangunan pantai publik, pembangunan 12 Destinasi Wisata Pesisir serta serta pengelolaan sampah. 

Walaupun Pemerintah Provinsi DKI Jakarta telah melakukan Musyawarah Rencana Pembangunan (Musrenbang) secara bertahap di level Kelurahan, Kecamatan dan Kota  dalam penyusunan perencanaan pembangunan pembangunan. Tetapi sayangnya Musrenbang ini masih bersifat formalitas, dan diduga kurang berdampak signifikan. Selain itu, umumnya pihak – pihak yang terkait di dalam Musrenbang selama ini diduga direkayasa. Secara substansial Musrenbang masih mengabaikan “common sense” masyarakat umum.
Berdasarkan fakta di lapangan, masih banyak kawasan di Pesisir Jakarta Utara yang merupakan kawasan permukiman kumuh, untuk itu pembangunan di wilayah Pesisir Jakarta Utara dilakukan harus memperhatikan strategi reviltalisasi kawasan permukiman kumuh melalui pendekatan partisipatif. Hal ini memang sangat sulit diterapkan karena pendeknya waktu pembangunan, tingginya “ego” investor dan Pemerintah Provinsi, dan rendahnya pemahaman pentingnya partisipasi masyarakat.  Namun dengan strategi ini, maka konflik yang membawa banyak korban seperti Kasus Priok beberapa waktu lalu dapat dihindari.

Secara teoritis Pesisir Jakarta Utara memerlukan Perencanaan Tata Ruang Komprehensif Berbasis Ekologis yaitu: “Perencanaan yang mempertimbangkan kondisi keanekaragaman hayati (kondisi ekologi), kapasitas atau daya dukung lingkungan (kondisi fisik lainnya) serta kondisi sosial-ekonomi yang mempengaruhi kawasan. Kemudian di dalam prosesnya perencanaan infrastruktur lainnya seperti tata air, transportasi masal, pengelolaan limbah dan sampah, konservasi energi, dan lain-lain harus diintegrasikan, serta melibatkan peran serta para pemangku kepentingan (stakeholders). 

Konsep di atas secara teknis membutuhkan waktu, sumber daya profesional yang cakap serta ketersediaan data sekunder. Rencana Tata Ruang Terintegrasi ini sangat diperlukan untuk menjaga pembangunan Pesisir Jakarta Utara menuju arah yang berkelanjutan. Selain itu perlu dicatat bahwa kepentingan masyarakat perlu diwadahi dalam perencanaan agar rencana pembangunan yang terkait dengan tata ruang dapat dilaksanakan sebaik mungkin dengan meminimalkan konflik sosial. 

Perencanaan tata ruang wilayah Pesisir Jakarta Utara dapat dilakukan dengan tahapan sebagai berikut:
  • Pewacanaan,
  • Menentukan visi
  • Survai dan pengumpulan data sekunder, termasuk data ekonomi, sosial dan lingkungan yang sangat mempengaruhi daya dukung kawasan;
  • Analisa kelayakan lahan, terutama terkait dengan infrastruktur yang harus disediakan oleh Pemerintah;
  • Analisa perencanaan tata ruang dan Infrastruktur yang ada, terutama sistem transportasi masal, tata air, jaringan jalan, jaringan listrik, jaringan telekomunikasi;
  • Studi kelayakan ekonomi, terutama untuk infrastruktur yang cukup “mahal” yang akan diterapkan;
  • Analisa SWOT Strengths, Weaknesses, Opportunities, Threats terkait dengan daya dukung kawasan kota;
  • Persiapan konsep tata ruang;
  • Persiapan konsep infrastruktur,  transportasi masal, jaringan jalan, perumahan, dan tata air serta jaringan infrastruktur lainnya;
  • Integrasi tata ruang dan infrastruktur lainnya;
  • Diskusi dengan klien dengan melibatkan seluruh Stakeholders Kota;
  • Revisi konsep;
  • Perencanaan Infrastruktur dan Detail Engineering Design.
Semoga Pemerintah Provinsi DKI Jakarta Dapat Melaksanakannya.

Read more

DAMPAK POSITIF RTRW DKI 2011 – 2030, JAKARTA AKAN MEMBANGUN 6 RUAS TOL DALAM KOTA


Pembangunan Jalan Tol Dalam Kota, Solusi Mengatasi Kemacetan ?

JAKARTA, Ampun Jakarta – Dengan disahkannya Peraturan Daerah Rencana Tata Ruang Wilayah (Perda RTRW) DKI 2011-2030 akan membuka peluang besar bagi pembangunan enam ruas jalan tol dalam kota (JTDK) Jakarta. Menurut Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bapeda) DKI Jakarta, Sarwo Handayani,, pembangunan enam ruas jalan tol dalam kota tersebut telah tercantum dalam Perda RTRW DKI 2011-2030, dan merupakan bagian dari perencanaan mengurai kemacetan lalu lintas di DKI Jakarta.

Dijelaskan Yani, rencana tersebut baru dapat dilakukan karena selama ini rencana Kementerian Pekerjaan Umum (Kemenpu) melalui Badan Pengatur Jalan Tol (BPJT) yang akan melakukan prakualifikasi mega proyek senilai Rp 40 triliun terganjal pengesahan Perda RTRW.

Dampak positif pembangunan tersebut, volume jalan di Jakarta akan bertambah menjadi 10 persen dari awalnya hanya 7,2 persen. Selain mengurai kemacetan, lanjutnya, dengan adanya enam ruas jalan tol, maka volume jalan di Ibukota akan bertambah sebanyak 2,8 persen menjadi 10 persen dari total luas wilayah kota Jakarta, yakni 650 kilometer persegi.

“Sudah tidak mungkin lagi kita membangun jalan sebidang karena membutuhkan lahan, sementara kita sulit mencari lahan karena akan memakan waktu lama terhadap pembebasan lahan. Karena itu, JTDK ini akan dibangun elevated atau layang,”  katanya 

Ditegaskan Yani, dengan adanya pengesahan Perda RTRW, merupakan lampu hijau bagi Kemenpu untuk segera melaksanakan prakualifikasi tender yang dilanjutkan dengan dibukanya proses tender fisik enam ruas JTDK. Menurutnya, saat ini Pemprov DKI Jakarta bersama Kemenpu tengah mengupayakan seluruh proses pengerjaan pembangunan JTDK tersebut. [editor Beni P Piliang

Read more

IMBAS MORATORIUM, 7 MAL DI JAKARTA GAGAL DIBANGUN


Salah satu pembangunan mal di Jakarta

JAKARTA, Ampun Jakarta  Setelah moratorium pembangunan mal efektif berlaku, sekitar tujuh mal atau pusat perbelanjaan terkena imbasnya. Ketujuh mal tersebut tidak dapat meneruskan pembangunannya. "Untuk perizinan pembangunan mal di Jakarta kami tunda setelah keluarnya moratorium," ungkap Kepala Dinas Tata Ruang Wilayah DKI Jakarta Wiriyatmoko di Jakarta, Sabtu (15/10/2011).

Lebih lanjut di jelaskan oleh Wiriyatmoko bahwa, pusat perbelanjaan yang tertunda pembangunannya ini tersebar di lima wilayah Jakarta, antara lain Jakarta Barat dengan 2 mal, Jakarta Selatan 2 mal, Jakarta Utara 1 mal, dan Jakarta Timur 2 mal. Jangka waktu penundaan ini tidak dapat dipastikan. Namun, intinya sebelum ada surat keputusan baru dari Gubernur DKI Jakarta, mal-mal tersebut tak akan diberi izin membangun. Namun, Wiriyatmoko enggan mengungkap mal-mal mana saja yang terkena imbas itu.

Sementara itu ditempat terpisah, Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) DKI Jakarta Sarwo Handayani menyambut baik moratorium pembangunan mal ini. Hal ini lantaran kondisi Jakarta sudah tak memungkinkan lagi dilakukan penambahan mal. Ditegaskannya; "Kebijakan moratorium ini tidak berlaku surut. Jadi, bagi yang sudah dapat izin sebelum ucapan lisan Gubernur mengenai moratorium muncul, silakan teruskan pembangunannya. Namun, bagi yang sedang meminta izin setelah ucapan moratorium keluar, izin tak akan turun,"

Lebih lanjut dijelaskan Yani, bahwa pembangunan mal atau pusat perbelanjaan ditempatkan di kawasan terpadu, misalnya di Sentra Primer Barat atau Sentra Primer Timur. Sebab, sebenarnya, keberadaan pusat perbelanjaan tidak mengganggu selama letak lokasinya tersebar. Untuk menunjang penyebaran pusat perbelanjaan, Pemprov DKI Jakarta juga melengkapinya dengan sarana dan fasilitas, misalnya jalan akses Casablanca yang memiliki fungsi menghubungkan pusat perbelanjaan Sentra Primer Barat dan Sentra Primer Timur.

Berdasarkan data yang ada, saat ini di Jakarta terdapat 564 pusat perbelanjaan, dengan rincian; 132 pusat perbelanjaan dikategorikan sebagai mal serta 432 sisanya masuk kategori swalayan, hypermarket, pusat grosir, pertokoan, dan pasar tradisional. Jumlah tersebut dinilai sudah cukup banyak, khususnya di Jakarta Pusat dan Jakarta Selatan. 

Sedangkan dasar hukum yang melandasi kebijakan moratorium mal ini adalah Instruksi Gubernur DKI Jakarta tentang Moratorium Pemberian Izin Pembangunan Pusat Perbelanjaan, Pertokoan/Mal dengan Luas Lahan Lebih dari 5.000 meter persegi. [editor Beni P Piliang

Read more

BOGOR BANGUN BANK SAMPAH



Sejumlah Warga Menyetor Sampah ke Koperasi Bank Sampah di Kelurahan
Malaka Sari, Duren Sawit Jakarta Timur  (Foto : Antara News Com)

Bogor, Ampun Jakarta - Pemerintah Kota Bogor, Jawa Barat, akan membangun bank sampah sebagai salah satu upaya mengurangi timbunan sampah di wilayah tersebut. Menurut Kepala Bidang Tata Lingkungan dan Dampak Lingkungan pada Badan Pengelolaan Lingkungan Hidup (BPLH) Kota Bogor, Shahlan Rasyidi, bank sampah akan dibangun di Kelurahan Kertamaya Kecamatan Bogor Selatan. "Diharapkan keberadaan bank sampah tersebut dapat meminimalisir timbunan sampah antara enam hingga 26 persen setiap hari," jelas Shahlan. Lebih lanjut dikatannya bahwa, selain dapat mengurangi timbunan sampah di Tempat Pembuangan Sampah Sementara (TPS) dan Tempat Pembuangan Akhir (TPA), kehadiran bank sampah dapat juga menambah pendapatan ekonomi masyarakat.

Shahlan Rasyidi menjelaskan, bank sampah yang akan dibangun di Kota Bogor adalah proyek percontohan dari Kementerian Lingkungan Hidup. "Kota Bogor dipilih sebagai proyek percontohan pendirian bank sampah untuk wilayah Jawa Barat," katanya.

Untuk mendukung pendirian bank sampah, Pemerintah Kota Bogor telah mendapat bantuan mesin pengumpul sampah plastik dari salah satu perusahaan BUMN yakni PT Gas Negara Tbk. Selain Kota Bogor, hal serupa juga didirikan di empat kota lain di Indonesia. Empat kota tersebut yakni Batam, Surabaya, Palembang dan Bandar Lampung.

Shahlan menyebutkan, pembangunan bank sampah di Kelurahan Kertamaya sebagai tahap awal, dimana kedepannya diharapkan bank sampah sudah ada di setiap kelurahan di Kota Bogor. "Kita akan terus mensosialisasikan keberadaan bank sampah ini. Sehingga masyarakat dapat memahami keberadaanya," katanya.

Shahlan mengatakan, saat ini pihaknya telah melakukan sosialisasi ke setiap kecamatan di Kota Bogor. Menurutnya, keberadaan bank sampah harus mimiliki lembaga pengurus yang membantu pelaksanaan tugasnya, mulai dari manager, admin atau kasir, unit kerajinan sampai ke unit pengumpulan. Nantinya, dalam operasional bank sampah tersebut setiap warga yang menabung sampah akan dicatat dalam buku tabungan, Jadi, seperti menambung uang di Bank Konvensional. "Namanya bank, jadi benar-benar seperti bank. Masyarakat datang untuk menabung sampah," kata dia.

Shahlan mengungkapkan, bahwa sebetulnya program bank sampah di Kota Bogor telah digulirkan namun baru sebatas di tingkat sekolah yakni di Sekolah Alam yang terletak di Jalan Pangeran Ashogiri, Kelurahan Tanah Baru dan SDN Bantarjati 9 Kecamatan Bogor Utara Kota Bogor. Bank sampah di Sekolah Alam Bogor telah memiliki seratus nasabah yang merupkan siswa sekolah itu sendiri. Setiap harinya para siswa menyetorkan sampah ke bank sampah yang dibawanya dari rumah. Setiap menyetorkan sampah siswa akan mendapatkan coin yang telah disiapkan oleh penanggung jawab bank sampah, dan coin yang didapatkan oleh para siswa setiap bulan ditukarkan dengan uang. Uang yang didapatkan para siswa akan berbeda nilainya sebab harga jenis sampah berbeda. "Misalnya, harga bekas kemasan minuman, nilainya kursnya akan berbeda dengan harga kertas koran," kata Shahlan.

Bank Sampah di Sekolah Alam, lanjut Shahlan, sudah berjalan cukup baik. Sementara di SDN Bantarjati 9 baru sebatas dicatat dalam buku tabungan sampah. Shahlan mengatakan, program bank sampah yang dinilai sudah berjalan baik terdapat di Bantul Yogyakarta. Bank sampah di Bantul merupakan yang pertama dilaksanakan KLH dalam program bank sampah. Nasabah bank sampah di Bantul menambung setiap harinya, dan mengambil uang setiap menjelang lebaran. Para nasabah bisa mendapatkan uang dari hasil tabungan sampahnya rata-rata mencapai Rp3 juta.

Shahlan juga menambahkan, pembangunan bank sampah di Kelurahan Kertamaya akan selesai pada Desember mendatang dan akan diresmikan langsung oleh Menteri Lingkungan Hidup.  (Sumber Antara News Com 16/10/2011)

Read more

Tinjauan Dampak Global Warming

PENDAHULUAN

Sumberdaya pesisir dan lautan, merupakan salah satu modal dasar pembangunan Indonesia yang sangat diharapkan saat ini, disamping sumberdaya alam darat. Tetapi sumberdaya alam darat serta minyak dan 'gas semakin berkurang akibat eksploitasi yang berlebihan sehingga peranan sumberdaya pesisir dan lautan semakin penting untuk memenuhi kebutuhan manusia pada masa yang akan datang.

Wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil di Indonesia memiliki potensi pembangunan yang cukup besar karena di dukung oleh adanya ekosistem dengan produktivitas hayati tinggi seperti terumbu karang, hutan magrove, estuaria, padang lamun dan sebagainya. Selain itu wilayah pesisir juga memberikan jasa-jasa lingkungan yang cukup tinggi nilai ekonomisnya.

Dalam satu dekade belakangan ini, laju pemanfaatan sumber daya di wilayah pesisir mulai intensif untuk memenuhi kebutuhan penduduk dan kebutuhan lahan untuk pemukiman mereka. Salah karena akan menimbulkan dampak negatif yang tidak kecil terhadap satu potensi wilayah pesisir yang telah dimanwilayah pesisir dan pulau-pulau kecil di Indonesia. Dampak negatif tersefaatkan manusia sejak dahulu adalah sebagai tembut misalnya berupa kenaikan paras muka air laut (Sea Level Rise), penpat tinggal dengan alasan yang bervariasi seperti ingkatan frekuensi banjir, intrusi air laut, erosi pantai tentunya akan memi transportasi, tingginya aktivitas perdagangan dan liki dampak ekonomis. lain sebagainya. Hampir semua kota besar di Indonesia berada di wilayah pesisir, yang berfungsi

DEFINISI WILAYAH PESISIR DAN PULAU PULAU KECIL

menjadi lokasi permukiman, perdagangan, perhubungan, pengembangan industri dan berbagai Pertanyaan pertama yang seringkali muncul dalain pengelolaan sektor lainnya. Diperkirakan 60% dari populasi wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil adalah bagaimana menentukan penduduk Indonesia, dan 80% dari lokasi industri batas-batas dari suatu wilayah pesisir (coastal zone). Sampai sekarang berada di wilayah pesisir. belum ada definisi wilayah pesisir yang baku. Namun demikian, terdapat Berkembangnya berbagai kepentingan tersekesepakatan umum di dunia bahwa wilayah pesisir adalah suatu wilayah but membuat wilayah pesisir rnenyangga beban peralihan antara daratan dan lautan. Apabila ditinjau dari garis pantai lingkungan yang berat akibat pemanfaatan yang (coastline), maka suatu wilayah pesisir memiliki dua macam batas tidak terkendali, tidak teratur, serta tidak rnernper(boundaries), yaitu : batas yang sejajar garis pantai (longshore) dan batas timbangkan penggunaan teknologi yang ramah yang tegak lurus terhadap garis pantai (cross-shore). Untuk keperluan Iingkungan. Hal ini diperberat pula oleh kenyataan pengelolaan, penetapan batas-batas wilayah pesisir yang sejajar dengan bahwa wilayah pesisir rentan terhadap perubahan garis pantai relatif mudah, misalnya batas wilayah pesisir antara Sungai lingkungan dan bencana alam karena pengaruh Brantas dan Sungai Bengawan Solo, atau batas wilayah pesisir besar dari daratan dan lautan seperti banjir, tsuna Kabupaten Kupang adalah antara Tanjung Nasikonis dan Pulau Sabu, mi, kenaikan suhu global (Global Warming) dan dan batas wilayah pesisir DKI Jakarta adalah antara Sungai Dadap di lain-lain. sebelah Barat dan Tanjung Karawang di sebelah Timur. Disadari bahwa tanah air Indonesia terdiri dari Akan tetapi, penetapan batas-batas suatu wilayah pesisir yang tegak untaian ribuan pulau yang satu dengan yang lainya lurus terhadap garis pantai, sejauh ini belum ada kesepakatan. Dengan dibatasi oleh perairan laut. Kondisi yang demikian perkataan lain, batas wilayah pesisir berbeda dari satu negara ke negara ini menghadapkannya pada masalah interaksi yang lain. Hal ini dapat dimengerti, karena setiap negara merniliki karakantara daratan dan lautan, khususnya pada perteteristik lingkungan, sumberdaya dan sistem pemerintahan tersendiri muan antara kedua wilayah itu, ialah di sepanjang (khas). pantainya. Oleh karena itu lingkungan pesisir dan Pada Gambar 2.1 diperlihatkan beberapa alternatif (pilihan) dalam pulau-pulau kecil perlu diamati dan dipelajari dalam menentukan batas ke arah darat dan ke arah laut dari suatu wilayah hubungannya dengan gejala-gejala alam yang terpesisir. Pada satu ekstrirn, suatu wilayah pesisir dapat meliputi suatu jadi. Salah satu gejala alam yang memerlukan kawasan yang sangat luas mulai dari batas lautan (terluar) ZEE sampai cukup perhatian adalah kenaikan suhu global daratan yang masih dipengaruhi oleh iklim laut. Pada ekstrim lainnya, (Global Warming). Gejala alam ini perlu dipelajari suatu wilayah pesisir hanya meliputi kawasan peralihan antara ekosistem laut dan daratan yang sangat sempit, 'yaitu dari garis rata-rata pasanq tertinggi sampai 200 m ke arah darat dan ke arah laut meliputi garis pantai pada saat rata-rata pasang terendah. Batasan wilayah pesisir yang sangat sempit ini dianut oleh Kosta Rika. Sementara itu, negara-negara lain mengambil batasan wilayah pesisir di antara kedua ekstrim tersebut.

Menurut Soegiarto (1976), definisi wilayah pesisir yang diqu­nakan di Indonesia adalah daerah pertemuan antara darat dan laut; ke arah darat wilayah pesisir meliputi bagian daratan, baik ker­ing maupun terendam air, yang masih dipengaruhi sifat-sifat laut seperti pasang surut, angin laut, dan' perembesan air asin; sedan­gkan ke arah laut wilayah pesisir mencakup bagian laut yang masih dipengaruhi oleh proses-proses alami yang terjadi di darat seperti sedimentasi dan aliran air tawar, maupun yang disebabkan oleh kegiatan manusia di darat seperti penggundulan hutan dan pence­maran.

Definisi wilayah pesisir seperti di atas memberikan suatu pengertian bahwa ekosistem pesisir merupakan ekosistem yang dinamis dan mempunyai kekayaan habitat yang beragam, di darat maupun di laut, serta saling berinteraksi antara habitat tersebut. Selain mempunyai potensi yang besar, wilayah pesisir juga meru­pakan ekosistem yang paling rnudah terkena dampak kegiatan manusia. Umumnya kegiatan pembangunan, secara langsung maupun tidak langsung berdampak merugikan ekosistem pesisir.

Dalam pada itu, berdasarkan Naskah Akademis Pengelolaan Wilayah Pesisir yang disusun oleh Departemen Kelautan dan Perikanan pada tahun 2001 memberikan tiga perdekatan batasan wilayah pesisir, yaitu
  1. Pendekatan ekologis :  wilayah pesisir merupakan kawasan daratan yang masih dipengaruhi oleh proses-proses kelautan, seperti pasang surut dan intrusi air laut; dan kawasan laut  yang masih dipengaruhi oleh proses-proses daratan, seperti sedimentasi dan pencemaran.
  2. Pendekatan administratif : wilayah pesisir adalah wilayah yang secara  administrasi pemerintahan mempunyai  batas terluar sebelah hulu dari kecamatan atau kabupaten atau kota yang  mempunyai laut, dan ke arah laut sejauh 12 mil dari garis pan­tai untuk propinsi atau sepertiganya untuk kabupaten atau kota.
Pendekatan perencanaan : wilayah pesisir merupakan wilayah perencanaan pengelolaan sumberdaya yang difokuskan pada penanganan isu yang akan dikelola secara bertanggung jawab.

LINGKUNGAN PESISIR DAN PULAU PULAU KECIL

Permasalahan yang terjadi di kawasan pesisir Indonesia yang perlu dicermati adalah adanya - fenornena pem­anasan global (global warming). Menurut para ahli, suhu di bumi mengalami siklus kenaikan dan penu­runan setiap lebih kurang 50.000 tahun. Dalam sik­Ius tersebut saat ini suhu di bumi sedang berada pada posisi menaik. Namun karena kegiatan antro­pogenik dalam dasawarsa terakhir cenderung terja­di peningkatan suhu yang dipercepat.

Peningkatan kegiatan manusia khususnya kegiatan transportasi, industri, pembangunan gedung-gedung dengan seluruhnya hampir tertutup kaca akhir-akhir inl, rnaka akan mengakibatkan pen­ingkatan efek rumah kaca (green house effect). Salah satu akibat dari peningkatan efek rumah kaca tersebut adalah terjadinya pemanasan suhu di bumi (global warming).

Pemanasan global disebabkan oleh timbunan "gas-gas rumah kaca" -seperti karbondioksida, metana, nitrat oksida dan klorofluorokarbon (CFC) ­di atmosfer. Timbunan ini memperangkap panas dari matahari sehingga menimbulkan peningkatan suhu. Ada banyak hal yang belum pasti tentang pemanasan global. Tapi, ada dua hal yang dapat dipastikan menurut Inter Governmental Panel on Climate Change (IPCC atau Panel antar pemerintah tentang Perubahan Ikiim), yaitu
  1. Bahwa ada efek rumah kaca alami di Bumi, dan
  2. Bahwa gas-gas yang mengakibatkan efek rumah kaca kini meningkat dalarn atmosfer aki­bat ulah manusia. Analisis IPCC juga menyatakan bahwa suhu
rata-rata bumi meningkat sekitar 5 derajat celcius dalanrn waktu 100 tahun terakhir, Untuk mencegah pemanasan lebih lanjut, konsentrasi gas-gas rurnah kaca harus distabilkan. Untuk itu perlu penurunan besar dalam konsentrasi emisi gas-gas tersebut yaitu sampai 60 persen

Pemanasan global secara umum disebabkan oleh dua hal: pembakaran bahan fosil dalam indus­tri, mobil, pembangkit listrik, dan sebagainya; dan emisi berbagai gas dari kegiatan industri termasuk juga penggunaan dan pembuatan CFC. CFC inilah yang merusak lapisan ozon sehingga memu­ngkinkan sinar ultraviolet yang me~bahayakan menembus bumi. UNEP memperkirakan bahwa jika lapisan ozon berkurang 10 persen, kejadian kanker kulit akan meningkat 26 persen di seluruh dunia.

Dampak potensial dari pemanasan global amat besar dan mempunyai akibat besar bagi semua masyarakat manusia. Tetapi kisaran ketidakpastian dalarn analisis ilmiah sampai saat ini berarti bahwa masih tidak mungkin untuk menyatakan dengan tepat apa dampak yang mungkin terjadi, atau apa yang akan dirasakan, bahkan pada tingkat global.

Jika kita mengambil analisis IPCC saja, dan mengabaikan skenario yang lebih suram atau opti­mis yang disarankan oleh pihak-pihak lain, maka pembuat keputusan masih dihadapkan pada pilihan dengan kisaran yang amat luas. Hal ini digam­barkan oleh dua skenario di bawah ini.

SKENARIO 'OPTIMIS' IPCC

Pada kisaran bawah, atau ujung optimis dari kisaran prediksi IPCC, kepekaan iklim global ter­hadap peningkatan gas-gas rumah kaca rendah. Di bawah kondisi ini, dan kecenderungan berlang­sungnya "bisnis seperti biasa", peningkatan suhu global pada tahun 2030 adalah 0,50 C dan per­mukaan laut naik 5 em. Peningkatan suhu yang di­setujui pada peralihan ke abad 21 adalah 1,50 C dan peningkatan permukaan laut 45 em. Jika prediksi ini benar, tidak akan ada atau hanya sedikit perubahan iklim pada 30 atau 40 tahun mendatang. dampaknya baru akan mulai tampak jelas pada paruh kedua abad mendatang.

SKENARIO 'PES1MIS' IPCC

Pada ujung atas, atau pesimis dari kisaran prediksi IPCC, kepekaan iklim terhadap peningkatan konsentrasi gas rumah kaea tinggi. Oi bawah kondisi ini, dengan ske­nario 'bisnis seperti biasa', peningkatan suhu global pada tahun 2030 adalah 1,5° C dan permukaan laut naik 45 em. Peningkatan suhu yang disetujui pada peralihan abad adalah 4,5° C dan peningkatan permukaan laut adalah satu meter.

Dalam hai ini ramalan peningkatan suhu sampai tahun 2030 adalah sekitar tiga kali lebih besar daripada abad yang lalu, atau sekitar 0,4? C per dekade. Permukaan laut naik lebih dari 10 em per dekade, 10 kali lebih eepat daripada selama seratus tahun terakhir.

Bagaimana nasib Indonesia jika terjadi perubahan iklim? Indonesia akan kehilangan lahan pesisir dan ter­ganggunya produksi pangan yang terdapat di daerah dekat pantai. Hal ini akan terjadi jika pemanasan global berkelan­jutan sehingga menimbulkan naiknya permukaan air laut.

ndonesia, seperti banyak negara sedang berkembang lain, nampaknya bukan salah satu kontributor terbesar bagi pemanasan global saat ini. Walaupun demikian, Jika pola penggunaan energi dan perkembangan industri serta perusakan hutan yang terjadi saat ini berlangsung terus, ada kemungkinan bahwa Indonesia akan turut bertanggung jawab terhadap terjadinya pemanasan global, Sebagai eon­toh, emisi C02 Indonesia saat ini terbesar di Asia Tenggara. Pada tahun 2010 diperkirakan ernisi C02 akan meningkat lima kali dari kadar tahun 1986, yaitu meneapai 469 juta ton. Hal ini terjadi akibat peningkatan tingkat konsumsi listrik rumah tangga dan industri serta penggunaan energi yang tidak efisien. Pada saat yang sama, hutan Indonesia, peny­erap C02 terbesar, makin meneiut akibat penebangan yang menurut Bank Ounia meneapai 1 juta hektare per tahun pada tahun 1990.

Laporan penelitian UNEP tentang perubahan iklim di Asia Tenggara menunjukkan bahwa peningkatan C02 dua kaii lipat akan menimbulkan peningkatan suhu sebesar 3,0 -4,2°C di Indonesia. Perubahan pola euaea lokal akan menyebabkan panen padi, kedelai dan kaeang turun sam­pai masing-masing 2,5, 20 dan 40 persen. Pemanasan global akan menyebabkan naiknya permukaan air laut yang dikhawatirkan akan menenggelamkan daerah-daerah pesisir dataran rendah di bagian Utara Jawa, Timur Sumatera, Selatan Sulawesi dan Pulau-pulau Sunda Keci!.

Tanda-tanda pemanasanglobal mungkin sudah mulai terlihat di Indonesia. Oalam duapuluh tahun terakhir, kita sudah mengalami 5 kali musim kemarau amat panjang yang mempunyai dampak amat merugikan. Pada tahun 1983, di Pulau Pari, Teluk Jakarta terjadi peningkatan suhu air ambi­en selama 12 minggu dari suhu normal 28° C (+ 2) menjadi 3~ C. Akibatnya terjadi pemutihan terumbu karang yang mematikan banvak karang dan merugikan perikanan. Jika hal seperti ini terjadi pada skala yang lebih besar di berba­gai daerah di Indonesia, dapat dibayangkan beneana yang akan terjadi. Seperti diketahui, terumbu karang mempunyai peranan penting dalam perikanan.

Kita juga masih ingat bahwa kemarau panjang yang ter­jadi pada tahun 1982 1983, 1987, 1991, 1994, dan 1997 telah menyebabkan kebakaran hutan yang luas dan merugikan negara serta rnasyarakat setempat. Pada tahun 1982-1983, sekitar 3,6 juta hektare hutan di Kalimantan Timur rusak terbakar api. Pada tahun 1995 di Sumatera maupun Kalimantan juga terjadi kebakaran hutan yang cukup hebat.

Pada tahun 1991, 1994 dan 1997, kebakaran hutan menimbulkan kerugian tidak hanya dalam sektor kehutanan, tapi juga sektor transportasi dan sektor perda­gangan di berbagai pulau akibat tebalnya asap yang ditimbulkan oleh kebakaran. Beberapa kali penerbangan dibatalkan atau pesawat terbang gagal mendarat karena lapangan terbang tertutup oJeh asap. Keeelakaan kapal juga tidak terhindarkan karena jarak pandang terhalang oleh asap.

Kernarau panjang yang mulai sering terjadi, menurut beberapa pakar, diakibatkan oleh fenomena EI Nino, yaitu naiknya suhu di Samudra Pasifik sampai 31° C sehingga mernbawa kekeringan di Indonesia. Para ahli klimatologi menyatakan bahwa siklus kejadian EI Nino berlangsung antara 7 sampai 10 tahun. Jika kita berasumsi bahwa kemarau tahun 1982-1983 adalah akibat EI Nino, maka seharusnya kemarau panjang berikutnya terjadi tahun 1989-1990. Namun kita megalami kemarau panjang berikutnya tahun 1987, lima tahun kemudian. Kemarau panjang kembali terjadi pada tahun 1991, atau empat tahun setelah kemarau 1987. Setelah itu kemarau pan­jang terjadi lagi pada tahun 1994, dan 1997 yang berarti kemarau panjang selalu terjadi dalam periode 3 tahun setelah 1991. Menurut kajian perwakilan UNESCO di Indonesia pada tahun 1998, disinyalir bahwa EI Nino 1997/1998 telah menambah beban krisis ekonomi yang terjadi.

Evaluasi terhadap kondisi panjang musim di Indonesia yang dilakukan oleh BMG memperlihatkan bahwa El-Nino 1997/1998, musim kemarau yang terjadi merupakan yang terpanjang sejak eatatan musim kema­rau sejak 1961. Hal ini telah memberikan dampak negatif terhadap sektor pertanian, dengan terganggunya kondisi pangan, terutama rusaknya program swasembada nasional yang hingga kini belum dapat diperbaiki. Oi bidang kehutanan, EI Nino telah memperparah kebakaran hutan yang terjadi sejak 1982, yang kemudian menjadi beneana kebakaran hutan nasional dengan puneaknya pada bulan september 1997. Selain itu, EI Nino berdampak pada bidang kesehatan, yaitu dengan adanya peneemaran udara oleh asap.

Lalu pada awal tahun 1992 hujan deras mengguyur berbagai daerah di Indonesia lebih deras dari tahun-tahun sebelumnya. Berdasarkan pemantauan ~Badan Meteorologi dan Geofisika terhadap 90 daerah prakiraan musim, diketahui bahwa musim hujan tahun 1992/1993 bersifat di atas, normal pada 45 daerah (50 persen). Kejadian ini juga rnenimbuikan banyak kerugian, terma­suk korban jiwa. Di Jawa Tengah, 51 orang tewas dan lima lainnya hilang akibat banjir, 284 rumah roboh dan 420 rusak ringan, sekitar 185,378 jiwa terpaksa men­gungsi. Hujan deras ini kembali mengguyur pada tahun 1996, dan puneaknya pada tahun 2002 yang mengaki­batkan banjir terbesar sepanjang sejarah di DKI Jakarta.

Curah hujan yang tinggi disebabkan oleh fenomena kebalikan dari EI Nino yaitu La Nina. La Nina adalah gejala menurunnya suhu permukaan Samudra Pasifik yang mernbawa angin serta membawa hujan ke Australia dan Asia bagian Selatan, termasuk Indonesia. La Nina yang terjadi membawa eurah hujan tinggi disertai angin topan.

Apakah kemarau panjang dan eurah huian di atas normal yang makin sering terjadi merupakan kejadian alam biasa atau merupakan dampak dari pemanasan global? Hal ini memang belum dapat dipastikan. Namun, jika pemanasan global benar-benar terjadi, maka yang akan kita alami adalah kernarau.panianq dan eurah hujan di atas normal dalam skala yang lebih besar dan lebih luas sehingga dapat menimbulkan kerugian yang lebih besar.

Pemanasan global disamping menimbulkan perubahan iklim juga akan mengakibatkan kenaikan muka paras muka air laut (Sea Level Rise, untuk praktisnya kita sebut SLR). Kejadian SLR tersebut akan mengakibatkan mundurnya garis pantai. Salah satu cara paling sederhana untuk mem­perkirakan kemunduran garis pantai adalah dengan menganggap profit pantai setelah SLR adalah tetap. Dengan anggapan seperti ini maka besarnya kemunduran garis pantai adalah sebanding dengan SLR dibagi dengan kemiringan pantai.

Apabila kita tinjau panjang garis pantai total yang dimili­ki oleh Indonesia adalah 81.000 km dan kita anggap bahwa genangan pantai merata akibat SLR ini adalah selebar 50 m maka berarti lahan pesisir (termasuk pulau-pulau kecil) yanq hilang dalam 100 tahun mencapai 405.000 Ha atau per tahunnya 4.050 Ha.

Dampak lain akibat SLR adalah terjadinya peningkatan frekuensi dan intensitas banjir. Hal tersebut dikarenakan efek pembendungan oleh adanya SLR. Pembendungan ini mengaki­batkan kecepatan berkurang dan laju sedimentasi di muara akan bertambah yang berarti mengurangi luas tampang basah sungai di muara. Pendangkalan muara akan menim­bulkan juga efek pembendungan yang cukup signifikan yang pada gilirannya akan meningkatkan frekuensi banjir karena kapasitas tampang sungai yang terlampaui oleh debit sungai.

Dengan adanya SLR juga mengakibatkan volume air laut yang mendesak ke dalam sungai akan semakin besar. Air laut yang mendesak masuk jauh ke darat melalui sungai ini merupakan masalah bagi kota-kota pantai yang meng­gantungkan air bakunya dari sungai.

Perubahan rejim hidraulik daerah pesisir dapat pula berpengaruh pada mangrove di daerah payau. Apabila daerah daratan di belakang zona bakau memungkinkan untuk migrasi tanaman mangrove, maka kemungkinan akan terjadi pergeseran hutan bakau ke hulu. Sebaliknya bila daratan di sisi belakang terbatas (karena keadaan geologi atau peruntukan lahan), maka zona mangrove akan berku­rang atau bahkan punah.

Terjadinya SLR juga berdampak terhadap keamanan bangunan pantai yang ada. Karena adanya SLR akan rnenyebabkan peningkatan tinggi gelombang. Selain itu SLR juga akan meningkatkan frekuensi overtopping bangunan tersebut, sehingga tingkat keamanan bangunan berkurang.

Selain dampak-darnpak diatas, masih banyak pengaruh SLR yang dapat te~adi antara lain dampak terhadap lingkungan biotik. Dengan adanya SLR lingkungan biotik akan terpengaruh terutama di daerah rawa dan perairan payau.

ANTISIPASI DAMPAK GLOBAL WARMING TERHADAP PESISIR DAN PULALI PULAU KECIL

Untuk rnenangani rnasalah bencana pesisir dan pulau­pulau kecil maka dikenal dengan penanggulangan bencana pesisir dan pulau-pulau kecil, yaitu suatu siklus kegiatan yang saling berkaitan mulai dari kegiatan mitigasi atau antisipasi; kegiatan pencegahan/preventif; kegiatan pemulihan yang meliputi restorasi, rehabilitasi dan rekonstruksi; dan kegiatan pembangunan. Mitigasi adalah kegiatan yangberupaya mengantisi­pasi kerusakan agar dampak yang ditimbulkan dapat diku­rangi. Kegiatan pence'gahan/preventif adalah kegiatan yang berupaya untuk mencegah terjadinya kerusakan. Kegiatan mitigasi dan pencegahan ini biasanya dilakukan sebelum kerusakan terjadi. Sedangkan kegiatan pemulihan adalah kegiatan yang berupaya memulihkan keadaan yang telah mengalami kerusakan lingkungan kembali ke keadaan semula.

Sebagai upaya untuk mengantisipasi bencana pesisir dan pulau-pulau kecil yang dampaknya dapat merugikan biota pesisir dan pulau-pulau kecil dan kehidupan manusia, maka perlu melakukan upaya penangulangan dengan penggunaan teknologi yang dapat mengantisipasi dampak kerusakan lingkungan pesisir dan pulau-pulau kecil akibat bencana alam (ter­masuk Sea Level Rise). Beberapa hal yang harus dilakukan untuk mengurangi terjadinya pemanasan global:
  1. Konservasi energi
  2. Eliminasi Chlorofluorocarbon
  3. Menukar bahan bakar
  4. Mengurangi emisi metana dan nitrat oksida
  5. Penggunaan bahan bakar biomasa dan kompor masak
  6. Penggunaan Teknologi energi yang dapat diper baharui
  7. Reboisasi

ASPEK PENGELOLAAN

Agar dapat hidup berdampingan secara harmonis dengan lingkungannya, maka pengelolaan pesisir yang arif perlu terus dikembangkan. Dengan mengadaptasi (IPCG. 1990), pada prinsipnya pengelolaan kawasan pesisir (coastal management) bertujuan untuk :
  1. Menghindari pengembangan di daerah ekosistem yang rawan dan rentan
  2. Mengusahakan agar sistem perlindungan alami tetap berfungsi dengan baik,
  3. Melindungi keselamatan manusia, harta benda dan kegiatan ekonominya dari bahaya yang datang dari laut, dengan tetap memperhatikan aspek ekologi, kultur, sejarah, estetika dan kebutuhan manusia akan rasa aman serta kesejahteraan (Jansen, 1990)
Secara filosofis, penanggulangan bencana pesisir dan pulau-pulau kecil dapat ditempuh melalui beberapa alternatif berikut:
  1. Pola protektif, yaitu dengan membuat bangunan pantai yang secara langsung "menahan proses alarn yang terjadi". Cara ini yang paling banyak dikem­bangkan di Indonesia.
  2. Pola adaptif, yakni berusaha menyesuaikan pengelolaan pesisir dan pulau-pulau kecil dengan perubahan alam yang terjadi. Saat ini mulai banyak dikem-. bangkan pendekatan "megascale", di manapengelolaan pesisir dan pulau-pulau kecil direncanakan berdasar pola morfodinamika spesifik di pesisir dan pulau­pulau kecil yang dikembangkan.
  3. Pola mundur (retreat) atau do-nothing, dengan tidak melawan proses dinamika alarni yang terjadi tetapi "mengalah" pada proses alarn dan menyesuaikan peruntukan sesuai dengan kondisi perubahan alam yang terjadi.
Tabel 5.1 menunjukkan contoh pilihan teknologi untuk masing-masing pola pengelolaan pesisir berkaitan dengan kenaikan paras muka air laut.
KESIMPULAN DAN SARAN

Kawasan pesisir dan pulau-pulau kecil merupakan kawasan yang sangat penting bagi kesejahteraan manusia. Ekosistem pesisir dan pulau-pulau kecil yang mendukung banyak aktifitas manusia merupakan ekosistem yang sangat kava sekaligus sangat rentan terhadap kerusakan dan perusakan. Untuk melindungi dan menjaga kelestariannya, maka upaya-upaya penanggulangan pesisir dan pulau-pulau kecil harus ditinjau secara komprehensif. Cara-cara konven­sional dengan "pendekatan keras" untuk penanggulangan kerusakan pesisir dan pulau-pulau kecil penerapannya perlu dilakukan dengan sangat hati-hati dan penuh pertimbangan. Cara penanganan yang lebih komprehensif dan ramah lingkun­gan perlu terus dikaji dan dikembangkan, yaitu dengan pola adaptif dan pola mundur (retreat atau do nothing).


Disadur dari Tulisan :

Prof Widi Agoes Pratikto, M.Sc., P.hD
Dr. Ir. Subandono Diposaptono, M.Eng

Editor : Beni P Piliang

Read more

REKLAMASI PANTAI ANCOL


Beni P Piliang 
 
Ampun Jakarta. Proyek Reklamasi Pantai Utara bermula dari Keppres No. 52 Tahun 1995 tentang reklamasi pantai Utara Jakarta. Kawasan tersebut dinilai strategis dari sudut ekonomi dan perkembangan kota. Wewenang dan tanggung jawab mengenai hal ini berada pada gubernur. Pemda DKI kemudian membentuk Badan Pelaksana Reklamasi Pantai Utara Jakarta (BP Pantura) sebagai pelaksana. Sempat terhenti karena krisis ekonomi, rencana itu diangkat kembali pada awal tahun 2000-an. BP Pantura mengumumkan bahwa reklamasi dilakukan sepanjang 32 kilometer pantai Jakarta. Dari bibir pantai, pengurukan dilakukan sejauh 1,5 kilometer dengan kedalaman maksimal delapan meter.

Hasil yang diharapkan adalah tercipta daratan baru yang bernilai ekonomis sangat tinggi dengan total luas keseluruhan mencapai 2.700 hektare. Di atasnya akan dibangun fasilitas untuk perumahan, industri, perkantoran, pusat bisnis, sarana transportasi, dan pariwisata-diperkirakan menampung 750.000 jiwa. Dalam rencana induk, kawasan reklamasi di bagian barat diperuntukkan bagi permukiman mewah. Bagian tengah akan dijadikan apartemen, pusat bisnis, rekreasi, perkantoran, dan industri. Kawasan timur disiapkan bagi pengembangan pelabuhan Tanjung Priok serta kawasan pergudangan dan peti kemas.






Di bagian tengah, pelaksanaan pekerjaan reklamasi Ancol Tahap I (2010 – 2014) dilaksanakan, dengan area reklamasi seluas 125 H. Pekerjaan reklamasi ini didasarkan atas studi kelayakan yang dikerjakan oleh PT. Fajar Puri Mandiri bekerja sama dengan konsultan dari Cina pada tahun 2006. Lelang pekerjaan senilai Rp 1,6 T telah dilakukan pada ahir Tahun 2009 yang dimenangkan oleh PT. Jaya Kontruksi. Sedangkan kepenguasaan lahan hasil reklamasi berdasarkan data dari PT. PJA adalah 85 H PT. Manggala Krida Yuda dan Ancol 40 H.

Berdasarkan rekomendasi hasil studi kelayakan, bahwa pengurukan dengan total vol 4 jt mharus menggunakan material pasir laut,  tetapi berdasarkan hasil pemantauan lapangan, pelaksana pekerjaan (kontraktor) menggunakan pasir gunung yang dimasukan ke dalam karung. Kepadatan pasir laut lebih stabil ketimbang pasir gunung. Pengurukan dengan material pasir gunung diperkirakan juga dapat mempengaruhi tingkat kekeruhan perairan teluk Jakarta, karena pasir gunung mengandung endapan lumpur yang relatif tinggi kadarnya.

Terlepas dari persoalan teknis pelaksanaan,  beberapa pihak memandang reklamasi bukan sebagai solusi menyeluruh dan berkelanjutan atas apa yang selama ini telah menjadi  penyakit lingkungan: abrasi, banjir akibat curah hujan di hulu-hulu sungai yang bermuara di Jakarta, banjir akibat pasang air laut, pencemaran, hilangnya daerah resapan air, serta permukiman kumuh yang semrawut dan kotor. Dalam konteks sosial, rekla,asi Pantai Utara merupakan bentuk pembangunan wilayah yang terkesan tidak berkeadilan dan terenggutnya hak asasi masyarakat untuk mendapatkan ruang publik di pantai.

Read more